Rabu, 27 Juni 2012

Makalah Paradigma Ilmu

Tugas Makalah Pengantar Filsafat Ilmu

FILSAFAT ILMU
“PARADIGMA
ILMU”

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pengertian Ilmu


    Istilah ilmu dalam pengertian klasik dipahami sebagai pengetahuan tentang sebab-akibat atau asal-usul. Istilah pengetahuan (knowledge) biasanya dilawankan dengan pengertian opini, sedang istilah sebab (causa) diambil dari kata yunani “aitia”, yakni prinsip pertama. Gaston Bachelard dalam Rizal Mustansyir menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu produk pemikiran manusia yang sekaligus menyesuaikan antara hukum-hukum pemikiran dengan dunia luar.  Rizal Mustansyir juga mengatakan bahwa ilmu pengetahuan memiliki dua aspek, yaitu subjektif dan objektif, sekaligus memerlukan kesamaan di antara keduanya.

    Daoded Joesoef juga dalam Rizal Mustansyir menyatakan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yang salah satunya adalah mengacu pada proses. Ilmu pengetahuan sebagai proses artinya, kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam proses ini adalah analisis rasional, objektif, sejauh mungkin “impersonal” dari masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan dan data yang dapat diamati. Bagi Thomas Kuhn yang dikutip oleh Rizal Mustansyir “normal science” adalah ilmu pengetahuan dalam artian proses. Yaitu sebuah proses yang memerlukan paradigma dalam perkembangannya.

    Jadi kesimpulan menurut pemakalah adalah bahwa ilmu merupakan suatu hasil serapan tahu manusia serta pengalaman manusia dari suatu penelitian dengan melakukan penelitian dan eksperimen yang telah tersistematisasikan, disusun rapi, dan ditata menurut metoda secara sistematis. Dimana ilmu itu sendiri selalu mengalami perubahan serta revolusi sesuai dengan tuntutan kebutuhan manusia yang memerlukan suatu paradigma (pandangan terhadap dunia dan alam) untuk mengembangkannya. Ilmu juga merupakan suatu sistem yang dikembangkan manusia untuk mengetahui keadaan dan lingkungannya.

B.    Pengertian Paradigma

   Paradigma dalam bahasa Inggris disebut paradigm dan dalam bahasa Perancis disebut paradigme, istilah tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis, para berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang berarti, model, contoh, arketipe, ideal). Sedangkan deigma dalam bentuk kata kerja deiknynai berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Lorens Bagus dalam Kamus Filsafat memaparkan beberapa pengertian tentang paradigma sebagai berikut: 1) Cara memandang sesuatu, 2) Dalam ilmu pengetahuan artinya menjadi model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomenon yang dipandang dijelaskan, 3) Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret. Dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu, 4) Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa pengertian paradigma adalah 1) Ling daftar semua bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklanasi kata tersebut, 2) Model dalam teori ilmu pengetahuan, 3) Kerangka berpikir atau kerangka acuan. Menurut Jujun S. Sumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu menyatakan bahwa paradigma adalah sebuah konsep dasar yang dianut oleh suatu masyarakat tertentu termasuk masyarakat ilmuwan. Thomas Kuhn dalam Rizal Mustansyir juga menyatakan bahwa paradigma adalah cara pandang terhadap dunia yang menjadi acuan dari revolusi ilmah dan mempunyai cara kerja terhadap revolusi ilmah itu sendiri. Secara umum pengertian paradigma adalah seperangkat kepercayaan atau kayakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Guba yang dikutip oleh Muhammad Adib (Filsafat Ilmu, 2010), menyatakan bahwa paradigma dalam ilmu pengetahuan mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah. Jadi menurut pemakalah paradigma adalah suatu rangkaian berpikir yang menjadi acuan dan kepercayaan yang mendasar yang menuntun seseorang dalam bertindak.


BAB II
PEMBAHASAN

   Berbicara tentang paradigma ilmu, maka kita tidak akan terlepas dari konsepsi teori Thomas Kuhn dalam bukunya “The Structure of Scientific Revolution”. Di dalam buku ini ia berbicara tentang sifat perubahan ilmu yang dikenal luas sebagai salah satu buah pikir paling menonjol tentang “bagaimana proses keilmuan berjalan”. Dalam pandangannya ilmu tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu melalui proses penumbangan-penumbangan teori, yaitu antara teori baru yang menggantikan teori lama.

    Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu sangat berperan aktif dalam kemajuan dan peradaban manusia. Amsal Bakhtiar dalam bukunya FIlsafat Ilmu menyatakan bahwa perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan kemajuan dan perkembangan ilmu. Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa kemasa adalah ibarat mata rantai yang tidak terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang yang ditemukan pada suatu masa menjadi unsur penting bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya.

    Kuhn dalam Rizal Mustansyir menyatakan bahwa perkembangan ilmu dan kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kumulatif. Kuhn lebih mementingkan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikannya. Revolusi ilmiah atau ilmu disini pertama-tama menyentuh wilayah paradigma, yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktek ilmiah. Dalam struktur perkembangan atau revolusi keilmuan Kuhn dalam Syafaruddin memperjelas dan mendefinisikan paradigma sebagai apa yang dibagi anggota masyarakat keilmuan dan sebaliknya masyarakat ilmiah berisikan orang-orang yang membagi paradigmanya. Paradigma keilmuan inilah yang kemudian terjun ke realisme ilmiah dengan memahami hakikat ada, sumber pengetahuan dan nilai yang ada dalam pengetahuan.
   
A.    Paradigma Ilmu


    Paradigma secara sederhana dapat diartikan sebagai kerangka pikir untuk melihat suatu permasalahan. Pengertian paradigma selanjutnya berkembang dari definisi paradigma pengetahuan yang dikembangkan oleh Kuhn dalam rangka menjelaskan cara kerja dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Paradigma pengetahuan merupakan perspektif intelektual yang dalam kondisi normal memberikan pedoman kerja terhadap ilmuwan yang membentuk ‘masyarakat ilmiah’ dalam disiplin tertentu. Pengertian lain dari paradigma ilmiah adalah sebagai gambaran intelektual yang daripadanya dapat ditentukan suatu subjek kajian. Perspektif intelektual inilah yang kemudian akan membentuk ilmu pengetahuan normal (normal science) yang mendasari pembentukan kerangka teoritis terhadap kajian-kajian ilmiah. Pengertian paradigma juga menjadi gambaran fundamental mengenai subjek ilmu pengetahuan. Paradigma memberikan batasan mengenai apa yang harus dikaji, pertanyaan yang harus diajukan, bagaimana harus dijawab dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban yang diperoleh.

    Paradigma dalam ilmu pengetahuan mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan manusia dalam kesehariannya maupun dalam penyelidikan ilmiah. Paradigma dalam hal ini dibatasi pada paradigma pencarian ilmu pengetahuan, yaitu suatu keyakinan dasar yang digunakan berbagai kalangan untuk mencari kebenaran realitas menjadi suatu ilmu atau disiplin ilmu pengetahuan.

    Dalam mengembangkan suatu paradigma ilmu kita harus dapat melihat cara pandang yang menjadi aspek filosofis dan metodologis dalam menemukan ilmu pengetahuan, yaitu: dimensi ontologis (dimensi yang membicarakan hakikat ilmu), dimensi epistemologis (dimensi yang membicarakan bagaimana memperoleh ilmu), dimensi aksiologis (dimensi yang membicarakan nilai ssebuah ilmu), dimensi retorik (dimensi yang membicarakan tentang bahasa yang dipakai dalam pemikiran ilmu), dan dimensi metodologis (dimensi yang membicarakan metode-metode memperoleh ilmu).

     Paradigma sangat penting perannya dalam mempengaruhi teori, analisis mau pun tindak perilaku seseorang. Karena paradigma sangat menentukan apa yang tidak kita pilih, tidak ingin kita lihat, dan tidak ingin kita ketahui. Paradigma pulalah yang mempengaruhi pandangan seseorang apa yang baik dan buruk, adil dan yang tidak adil. Oleh karena itu, jika ada dua orang yang melihat sesuatu realitas sosial yang sama, akan menghasilkan pandangan, penilaian, sikap dan perilaku yang berbeda pula. Perbedaan ini semuanya dikarenakan perbedaan paradigma yang dimiliki, yang secara otomatis memengaruhi persepsi dan tindak komunikasi seseorang.

     Selanjutnya pandangan tentang paradigma ilmu pengetahuan tampaknya berubah-ubah antarwaktu. Perubahan paradigma dalam ilmu pengetahuan mencakup seluruh aspek paradigma. Dalam realitas contoh-contoh dari paradigma ilmu sangat banyak.  Namun menurut Muhammad Adib dalam bukunya Filsafat Ilmu mengemukakan bahwa ada empat paradigma ilmu yang dikembangkan dalam menemukan hakikat realitas atau ilmu pengetahuan. Berikut dikemukakan empat paradigma ilmu tersebut secara lebih rinci:
  • Positivisme, yaitu aliran yang menyatakan bahwa ilmu alam adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan memandang bahwa suatu pernyataan dikatakan ilmu pengetahuan apabila kebenarannya dapat dibuktikan secara empiris.
  • Postpositivisme, yaitu aliran yang memperbaiki kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan pengamatan langsung terhadap objek, dan memandang bahwa suatu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti).
  • Critical Theory, yaitu aliran yang digunakan untuk mengkritik, mengubah masyarakat keseluruhan, tidak hanya memahami dan menjelaskannya, dan berpengaruh terhadap perubahan sosial dalam mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil.
  • Konstruktivisme, yaitu aliran yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan  kita sendiri.. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif dengan membuat struktur, kategori, konsep, skema, yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan.
B.    Cara Kerja Paradigma Ilmu

    Menurut Kuhn dalam Rizal Mustansyir (Filsafat Ilmu, 2010: 154), menyatakan bahwa cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah secara singkat dapat digambarkan ke dalam tahap-tahap yang akan dikemukakan berikut:

    Tahap Pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Disini para ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara rinci dan mendalam. Dalam tahap ini para ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya. Selama menjalankan aktivitas ilmiah itu para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang dipergunakan sebagai bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya itu, ini dinamakan anomali. Anomali adalah suatu keadaan yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan paradigma yang dipakai.

  Tahap kedua, menumpuknya anomali-anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Para ilmuan mulai keluar dari jalur ilmu normal.

    Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sembari memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan mebimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.
   
  Secara lebih rinci revolusi ilmiah atau cara kerja paradigma menurut Thomas Kuhn dapat dipaparkan sebagai berikut:
  • Normal Sains (Science)
   Sains yang normal berarti riset berdasar atas satu atau lebih pencapaian ilmiah yang lalu, pencapaian yang oleh masyarakat ilmiah tertentu pada suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi fondasi bagi praktek selanjutnya. Ini dapat dicontohkan seperti misalnya pada abad ke-17, banyak pandangan tentang  sifat  listrik  dengan  pengeksperimen  seperti Hauksbee, Gray, Desaguliers, Du Fay, Nollet, Watson, Franklin dan lain-lain. Semua konsep kelistrikan mempunyai sesuatu yang sama yang menjadi pedoman seluruh riset ilmiah pada zaman itu. Sains yang normal memiliki mekanisme yang melekat yang memastikan pelonggaran pembatasan yang mengikat riset manakala paradigma yang menurunkannya itu tidak lagi berfungsi secara efektif.

    Menurut penelusuran kami pada salah satu referensi makalah ini, terdapat pernyataan Kuhn yang mengemukakan bahwa sains normal adalah beberapa contoh praktik ilmiah nyata yang diterima (mencakup dalil, teori, penerapan dan instrumentasi) menyajikan model-model yang melahirkan tradisi-tradisi tertentu dari riset ilmiah. Atau dengan kata lain, sains normal adalah kerangka referensi yang mendasari sejumlah teori maupun praktik-praktik ilmiah dalam periode tertentu sampai akhirnya kerangka tersebut tidak mampu lagi menyelesaikan masalah (anomali) yang ada pada suatu riset ilmiah tersebut. Dari sini tampak bahwa paradigma pada saat pertama kali muncul itu sifatnya masih sangat terbatas, baik dalam cakupan maupun ketepatannya. Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil dari pada saingannya dalam memecahkan masalah.
  • Anomali dan Munculnya Penemuan Baru
    Data anomali berperan besar dalam memunculkan sebuah penemuan baru yang diawali dengan kegiatan ilmiah. Dalam hal ini teradapat 2 macam kegiatan ilmiah yaitu, 1) Puzzle solving, para ilmuwan membuat percobaan dan mengadakan observasi yang bertujuan untuk memecahkan teka-teki, bukan mencari kebenaran. Bila paradigmanya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan penting atau malah mengakibatkan konflik, maka suatu paradigma baru harus diciptakan. 2) Dengan demikian kegiatan ilmiah selanjutnya diarahkan kepada penemuan paradigma baru, jika penemuan baru ini berhasil, maka akan terjadi perubahan besar dalam ilmu pengetahuan. Penemuan diawali dengan kesadaran akan adanya anomali. Kemudian riset berlanjut dengan eksplorasi yang diperluas pada wilayah anomali. Riset tersebut akan berakhir bila teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Jadi dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.


BAB III
KESIMPULAN
   
    Setelah memaparkan penjelasan singkat dari paradigma ilmu, pemakalah menyimpulkan bahwa paradigma ilmu adalah seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan manusia dalam kesehariannya maupun dalam penyelidikan ilmiah yang dalam hal ini dibatasi pada paradigma pencarian ilmu pengetahuan, yaitu suatu keyakinan dasar yang digunakan berbagai kalangan untuk mencari kebenaran realitas menjadi suatu ilmu atau disiplin ilmu pengetahuan. Dalam mengembangkan suatu paradigma ilmu kita harus dapat melihat cara pandang yang menjadi aspek filosofis dan metodologis dalam menemukan ilmu pengetahuan, yaitu: dimensi ontologis, dimensi epistemologis, dimensi aksiologis, dimensi retorik, dan dimensi metodologis.

   Menurut pemakalah cara kerja paradigma dapat disimpulkan sebagai berikut:

    Tahap Pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Selama menjalankan aktivitas ilmiah itu para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang dipergunakan sebagai bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya itu, ini dinamakan anomali. Anomali adalah suatu keadaan yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan paradigma yang dipakai.

  Tahap kedua, menumpuknya anomali-anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Para ilmuan mulai keluar dari jalur ilmu normal.

    Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sembari memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan mebimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.


DAFTAR PUSTAKA

Adib, Muhammad, 2010, “Filsafat Ilmu”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Mustansyir, Rizal, 2008, “Filsafat Ilmu”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Syafaruddin, 2008, “Filsafat Ilmu”, Citapustaka Mediaperintis, Bandung.
Bakhtiar, Amsal, 2004, “Filsafat Ilmu”, Raja Grafindo Perada, Jakarta.
Suriasumantri, Jujun S.,  2007, “Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer)”,
      Pancaranintan Indahgraha, Jakarta.
Muliarta, I Wayan, 2010, “Eksplorasi Pemikiran tentang Paradigma, Konsep,
      Dalil, dan Teori”, “http://www.scribd.com/marta_yanti/d/54176431-Eksplorasi-Pemikiran-Tentang Paradigma-Konsep- Dalil-Dan-Teori”, 04 April
      2012.
Jufri, Yasir, “Paradigma Komunikasi Kritis (Suatu alternatif bagi ilmu
      komunikasi)”, “http://www.scribd.com/doc/17187005/PARADIGMA-
      KOMUNIKASI- KRITIS”, 04 April 2012.
Sitanggang, Rinto, 2010, “Resume Peran Paradigma dalam Revolusi Sains (The
      Structure of Scientific Revolutions)”, “http://www.docstoc.com
      /docs/22604952/Tugas-Filsafat-Ilmu---Resume-Thomas-Kuhn”, 04 April 2012.
Engladiomenhas, Hardi, 2011, “Thomas S. Kuhn : Paradigma dan Revolusi Ilmu
      Pengetahuan”, “http://www.scribd.com/doc/60432683/Makalah-Filsafat-
      Ilmu”, 04 April 2012.


     Buat pengunjung yang menginginkan file dalam format word, dapat di download di link di bawah ini. Jangan lupa komentar ya, terima kasih. 


2 komentar:

  1. Ijin unduh gan. Ane lagi belajar HAM & Filsafat Komunikasi. Trims ya


    Delly,
    Jakarta

    BalasHapus
  2. dengan tidak memiliki foot note maka sangat tidak enak .

    BalasHapus